Kekurangan tenaga pilot pada industri penerbangan nasional akan semakin parah karena kebijakan pemerintah yang mengenakan pajak impor untuk mendatangkan pesawat latih untuk sekolah penerbangan swasta.
Untuk mengatasi hal itu, Kementerian Perhubungan akan merekomendasikan ke Kementerian Keuangan agar pesawat latih untuk sekolah penerbangan swasta dibebaskan dari pajak sama seperti pesawat latih untuk sekolah pemerintah, keperluan negara dan niaga.
"Memang ada pesawat latih yang didatangkan oleh STPI Curug tidak terkena pajak. Sekolah penerbangan swasta juga bisa mendapatkan fasilitas ini dengan mengajukan rekomendasi pada Kementerian Perhubungan serta Kementerian Pendidikan Nasional untuk mendapatkan persetujuan Kementerian Keuangan," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhub Bambang S. Ervan di Jakarta, Senin siang.
Dia mengatakan pesawat latih untuk sekolah penerbangan seharusnya tidak dikenakan pajak impor karena tujuannya untuk pendidikan, yang pada gilirannya akan menambah jumlah pilot untuk kebutuhan industri penerbangan di Tanah Air.
"Kami akan dukung sekolah swasta yang ingin mendapatkan penghapusan bea masuk itu. Kalau harga pesawatnya murah, tentu biaya sekolah penerbangan semakin terjangkau sehingga peminatnya makin tinggi. Ini akan menjadi solusi produksi pilot per tahunnya yang masih minim," tutur Bambang.
Bambang menambahkab STPI Curug, yang merupakan sekolah penerbangam milik pemerintah juga masih ada yang dikenakan bea masuk pesawat latih. "Baru-baru ini dua helikopter untuk latihan juga masih dikenakan bea masuk. Kami sudah ajukan ke Kemenkeu untuk dibebaskan," kata dia.
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Perhubungan memperkirakan kebutuhan penerbang (pilot) sepanjang 2011-2015 mencapai 4.000 orang atau 800 orang per tahun.
Namun, kemampuan pasok pilot dari sekolah penerbangan di Tanah Air, baik sekolah swasta maupun milik pemerintah, baru mencapai 320 orang per tahun atau 1.600 orang sampai 2015. Dengan kata lain, masih terjadi defisit kebutuhan pilot sebanyak 2.400 orang hingga 4 tahun ke depan.
Chairman National Aviation Management (NAM) Flying School Sunaryo mengatakan pihaknya sudah mengajukan permintaan pembebasan bea masuk pesawat latih ke Kemenhub.
"Kami sudah ajukan, tetapi dari Kemenkeu yang punya wewenang pembebasan bea masuk ini belum jawab. Kalau Kemenhub sifatnya pengantar," kata dia.
(Bisnis Indonesia)