Deputi Menteri Negara BUMN Bidang Usaha Infrastruktur dan Logistik Sumaryanto Widayatin mengatakan kondisi yang ada saat ini yakni implementasi Asean Open Sky yang sudah berlangsung sejak 2008 melanggar asas cabotage karena sejumlah maskapai sudah berlebihan menerbangi kota-kota di Indonesia.
"Kondisi yang ada sekarang ini melanggar asas cabotage. Contohnya maskapai AirAsia menerbangi Penang-Medan-Bali-Makassar, sangat berlebihan dan melanggar asas cabotage. Harusnya asas cabotage udara disamakan dengan di laut," kata Sumaryanto dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Senin sore.
Dia mencontohkan di Amerika Serikat, kebijakan cabotage di udara sudah ada, yakni pesawat dari New York ke San Fransisco diangkut maskapai nasional. Orang datang dari Selandia Baru ke San Fransisco menggunakan maskapai asing, namun dari San Fransisco ke Boston menggunakan maskapai lokal.
"Asean open sky harus dijaga tidak boleh berlebihan, tetapi itukan kesepakatan regional. Tetapi di atas itu ada kesepakatan asas cabotage di level internasional, itu yang harus kita pegang," kata Sumaryanto.
Anggota komisi VI Rudi Sukendra Sindapati mengatakan asas cabotage di udara harus diterapkan. Disetiap kota-kota harus dilalui pesawat berbendera Indonesia.
"Kita perlu uu seperti uu pelayaran di sektor penerbangan, entah namanya uu kedirgantaraan atau apa, kita harus usulkan. Kalau kita tidak bergerak, industri penerbangan kita akan dikuasai asing. Kalau kita tahu tetapi tidak bergerak ini yang fatal," tutur dia.
Untuk AirAsia, lanjut Rudi, yang dibolehkan menerbangi kota-kota di Tanah Air harusnya milik Indonesia, sama seperti asas cabotage di laut. "Jangan sampai di laut kita kuat, di udara kita lemah," tutur dia.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk Emirsyah Satar mengatakan untuk menghadapi Asean Open Sky, tidak hanya dari maskapainya, kalau sendiri-sendiri itu sangat sulit.
(Bisnis Indonesia)