Terbatasnya stok pilot lokal, para maskapai harus memutar otak. Membajak pilot di maskapai lain memang menjadi cara yang paling gampang dan instan. Namun, ongkos "transfer" yang harus dibayar juga mahal. Karena itu, mau tidak mau mereka harus mendirikan sekolah-sekolah penerbangan.
Kepala Seksi Personel Pesawat Udara Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Faber Benyamin Sitorus mengungkapkan, Indonesia hanya memiliki sembilan sekolah penerbangan. Di antaranya, Sekolah Tinggi Penerbang Indonesia (STPI) Curug, Wings Flying School (WFS) milik Lion Air, Aero Flyer School (AFS) milik Batavia Air, PT NAM Flying School, dan Bali International Flight Academy (BIFA).
Output sekolah penghasil pilot itu sangat seret. Setahun, kata Faber, sekolah tersebut hanya mampu menghasilkan seratus pilot. Kondisi itu diperburuk oleh ongkos sekolah pilot yang mencapai Rp 500 juta"Rp 800 juta. Padahal, jumlah pesawat terus bertambah. Tahun ini Garuda Indonesia dan Lion Air mendatangkan 20 unit pesawat. "Satu pesawat membutuhkan tujuh pilot. Itu berarti tahun ini dibutuhkan 280 pilot," jelasnya.
Di bagian lain, Corporate Communication Manager AirAsia Indonesia Audrey Progastama Petriny mengatakan, pihaknya juga mendirikan pusat pelatihan penerbangan bertaraf internasional. Itu ditujukan bagi seluruh maskapai penerbangan di Asia. Namanya, Asian Aviation Academy (AAA). Pelatihan terbang tersebut ditempatkan tak jauh dari dari Low-Cost Carrier Terminal di Sepang, Selangor, Malaysia.
"Tak hanya pilot-pilot AirAsia yang bisa mengikuti pelatihan di situ. Dari maskapai lain pun bisa. Selain itu, di situ kami menyediakan simulasi untuk pilot-pilot baru agar bisa menerbangkan pesawat-pesawat yang kami operasikan," tuturnya.
Direktur Umum Lion Air Edward Sirait juga menyebut demikian. Saat ini pihaknya memiliki sekolah untuk menciptakan pilot baru tersebut. Output dari sekolah milik Lion Air tidak akan "dijual", tetapi langsung dipercaya untuk menerbangkan pesawat Lion. "Itu komitmen kami," ucapnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, untuk bisa mengetahui apakah maskapai menggunakan pilot asing sebagai pegawai utama atau tidak, bisa dilihat dari sekolah itu. Kalau tidak memiliki sekolah sendiri, sangat mungkin maskapai tersebut lebih suka memakai jasa asing. "Saya yakin setiap maskapai punya sekolah itu," jelasnya.
Kepala Komunikasi Garuda Indonesia Pujo Broto tidak demikian. Dia menyebut Garuda memang tidak memiliki sekolah yang diatasnamakan perusahaannya. Tetapi, pihaknya sudah bekerja sama dengan sekolah penerbang lain seperti BIFA dan STPI Curug. "Setahun dua kali kami juga punya semacam training kompetensi," katanya.
(JPNN.com)
Support by :