Setelah Menteri Perhubungan Freddy Numberi mengancam akan mencabut izin beberapa rute Lion Air, maskapai penerbangan milik pengusaha Rusdi Kirana itu bertindak cepat. Manajemen Lion Air berjanji memperbaiki sistem penjadwalan rotasi pesawat yang kurang optimal.
"Penyebab delay adalah ketidaksesuaian jadwal penerbangan. Antara modul yang satu dan yang lain tidak nyambung," ujar Direktur Umum Lion Air Edward Sirait, Senin (13/6). Akibatnya, rotasi pesawat tidak berjalan dengan semestinya sehingga terjadi keterlambatan. Setiap keterlambatan di satu rute berpotensi mengakibatkan keterlambatan di rute berikutnya.
Karena itu, pihaknya berusaha memperbaiki sistem penerbangan. Sebab, jika dibiarkan, hal tersebut bisa menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi perseroan. Dalam beberapa kali keterlambatan, Edward mengaku, Lion Air juga menelan kerugian. "Jadi, jangan dipikir kami suka terlambat. Sebab, itu merugikan kami," cetusnya.
Dia mengatakan, pihaknya sudah bertemu dengan Kementerian Perhubungan pada Jumat pekan lalu. Namun, Edward enggan menjelaskan lebih detail hasil pertemuan tersebut. Yang pasti, pihaknya telah menjelaskan penyebab keterlambatan itu dan potensi kerugiannya bagi perusahaan. "Kami sedang hitung kerugian akibat keterlambatan-keterlambatan itu. Mungkin pekan ini keluar," ungkapnya.
Mantan Komisaris Lion Air Oesman Sapta mengatakan, sebaiknya pemerintah tidak mengeluarkan statement yang bisa meresahkan pengguna jasa penerbangan. Sebelumnya, Menteri Perhubungan Freddy Numberi mengancam akan menutup sejumlah rute Lion Air karena sering terlambat. Menurut Oesman, hal itu bisa memengaruhi psikologis penumpang. "Nggak baiklah ancam-mengancam seperti itu. Kan, bisa dibicarakan," ujarnya.
Di sisi lain, dia berharap jika terjadi hal yang merugikan penumpang, semua pihak –termasuk manajemen Lion Air– harus instropeksi. Selain itu, harus dilakukan penegakan disiplin dalam melayani penumpang. "Semua usaha pasti punya kekurangan. Kalau distop, ada puluhan ribu penumpang dalam sehari yang tidak bisa diangkut," tegasnya.
(JPNN.com)