Kejaksaan Agung (Kejagung) perlahan mulai menemukan indikasi korupsi di PT Merpati Nusantara Airlines. Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Jasman Panjaitan mengatakan, ada unsur kerugian negara hingga USD 1 juta atau sekitar Rp 8,5 miliar.
"Sudah jelas ada kerugian negara USD 1 Juta. Tapi untuk adanya tindak pidana atau belum, kami belum tahu karena harus mencari unsur perbuatan melawan hukum," kata Jasman di gedung Kejagung kemarin (8/7).
Jasman menuturkan, pada 2007 Merpati menyewa dua pesawat MA-60 dari perusahaan makelar pesawat terbang asal Amerika Serikat. Dua pesawat tersebut disewa untuk dijajal dulu sebelum akhirnya benar-benar dibeli dengan ongkos sewa masing-masing pesawat sebesar USD 500 ribu. Namun, setelah duit dibayarkan, broker pesawat itu tidak pernah menyerahkan burung besi yang dijanjikan. "Duit sudah dibayarkan, tapi pesawat tak pernah didatangkan," katanya.
Jasman menambahkan, saat ini pihaknya masih terus menyelidiki bagaimana praktik wanprestasi broker pesawat itu bisa terjadi. Karena itu, mereka akan menyelidik proses penyewaan dua pesawat itu. Mulai dari tender, persetujuan, pihak-pihak yang bertanggungjawab, hingga pencairan dana sewa. Kejagung saat ini juga memprioritaskan supaya duit USD 1 juta itu bisa kembali ke kas negara.
Wakil Jaksa Agung Darmono juga mengakui, ada indikasi ketidakhati-hatian dari direksi Merpati hingga bisa kecolongan duit Rp 8,5 miliar. "Kami akan terus periksa pihak-pihak yang berkaitan. Bisa saja ada arah ke sana, tapi kami belum tahu karena pemeriksaan masih terus berjalan," katanya.
Seperti diketahui, Kejagung mulai serius menangani dugaan korupsi di Merpati setelah salah satu pesawat MA-60 jatuh di Papua yang menewaskan seluruh penumpangnya. Jajaran JAM Pidsus fokus menyelidiki penyewaan terlebih dahulu, baru kemudian pengadaan pesawat. Audit sedang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menelusuri kerugian negara dalam pengadaan pesawat impor asal Tiongkok itu.
(Samarinda Pos)