Masa transisi industri alat utama sistem senjata (alutsista) pesawat tempur TNI dimulai. Sebanyak 37 orang diberangkatkan ke Korea Selatan untuk terlibat pembuatan sekitar 150 unit jet tempur antiradar (stealth) KF-X/IF-X.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengungkapkan, tim engineering yang rencana diberangkatkan secara bertahap mulai 17 Juli mendatang dan akan berada di Korea Selatan selama 18 bulan tersebut tidak sekadar ikut dalam pembuatan. Mereka juga akan menyerap teknologi dalam pembuatan jet tempur generasi 4.5 yang dirancang antiradar itu.
Dengan begitu, ketika mereka kembali ke Tanah Air, Indonesia melalui PT Dirgantara Indonesia (PT DI) akan mampu memproduksi sendiri pesawat tempur. "Dari sisi macro-policy ini (proyek KF-X/IF-X) adalah briding point (masa transisi). Sekarang (PT DI) mampu membangun pesawat penumpang, kita tunggu untuk mampu bangun pesawat tempur.
Struktur pesawat penumpang dengan pesawat tempur itu lain," ungkapnya di Jakarta kemarin. Tim yang dikirim tersebut beranggotakan dari berbagai instansi. PT DI mendominasi dengan 24 orang,TNI Angkatan Udara 6, Kementerian Pertahanan 3,dan Institut Teknologi Bandung 4.
"Prinsipnya kita dukung industri dalam negeri, kita ingin kembangkan industri nasional. Kalau bisa kita kembangkan di dalam negeri, kita lakukan di dalam negeri. Tapi, kalau tidak bisa, kita lakukan dulu joint venture, joint production. Jadi, istilahnya local contentnaik bertahap,tidak bisa drastis berubah,"urai Purnomo.
Tim tersebut akan bergabung dengan tim dari Korea Selatan untuk memulai pembangunan pesawat tempur KF-X (Korea Fighter Xperimen)/IFX (Indonesia Fighter Xperimen) generasi 4.5.Pesawat ini lebih modern daripada jenisjenis pesawat tempur yang dimiliki TNI Angkatan Udara seperti F-16 maupun Sukhoi (SU- 27 dan SU-30) karena mereka generasi 4.
Proyek kerja sama yang rencananya kelar pada 2020 tersebut bernilai USD8 miliar.Dari jumlah tersebut, sharing pembiayaan antara Indonesia- Korea adalah 20%:80%.Maka, biaya yang harus diserahkan Indonesia kurang lebih sebanyak USD1,6 miliar.
"Untuk 2011 ini sudah dianggarkan Rp48,5 miliar.Kemudian 2012 kita rencanakan Rp100 miliar dan pada 2013, 2014, 2015 masing- masing Rp1,2 triliun. Itu rencana kita,"bebernya.
Kabalitbang Kementerian Pertahanan Eddy S Siraidj menyebut proyek ini telah dimulai sejak 2009 berupa penandatanganan letter of intent dan dilanjutkan nota kesepahaman pada 15 Juli 2010."Untuk cost pada 2011, kita telah menyampaikan sekitar USD2 juta.September mendatang disusul USD700.000, kemudian pada 2012 sebesar USD7,3 juta," tambahnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT DI Budi Santoso menuturkan, personel dari PT DI yang ikut dalam tim yang diberangkatkan ke Korea Selatan sebagian di antaranya telah menguasai sepenuhnya apa yang memang mereka kuasai. "Tapi sebagian besar adalah sesuatu yang masih setengah kita kuasai,"katanya.
Selain PT DI, empat dosen ITB yang ahli dalam bidang kedirgantaraan juga terlibat. "Memang di dalam fase pertama ini ada empat dosen ITB yang ikut ke Korea.Tapi, juga masih banyak dosen ITB yang memang pakar di bidang itu di Bandung," kata Rektor ITB Prof Akhmaloka.
Akhmaloka mengungkapkan, pihaknya di ITB juga siap untuk mem-back up maupun melakukan alih teknologi atas program tersebut. "Rasanya ITB ingin bersama-sama dengan yang lain agar proyek ini bisa sukses bersama," imbuh dia.
(Seputar Indonesia)