Ahmad Daing adalah warga Singapura keturunan Bugis Wajo yang memiliki dua perusahaan travel. Satu perusahaannya di Singapura bernama DM Seth Service dan satunya beroperasi di Johor Bahru Malaysia, Daimas Servicer.
Kendati mengaku belum pernah jalan-jalan ke tanah leluhurnya (Wajo, red) beberapa kosa kata Bahasa Bugis dia tahu. Bahkan dengan fasih dia mengucapkan kalimat "pura manre" dan "aga kareba".
Sebagai keturunan Bugis, Ahmad saat ini tengah merancang sebuah paket wisata khusus ke Makassar, Sulsel. Peluang bisnis ini, ditangkap setelah dibukanya rute penerbangan langsung Singapura-Makassar menggunakan maskapai Garuda Indonesia Airlines.
Kebetulan, kata dia, di Singapura dan Johor, banyak warga keturunan Bugis. Mereka inilah yang akan menjadi targetnya. "Kita harapkan liburan anak sekolah bulan November bisa berjalan," tambahnya.
Hal senada disampaikan pengusaha travel di Singapura lainnya, Hj Ruby Al Rasyid. Managing Director Ruby Rasyid Travel & Tours Pte Ltd ini, tertarik mengajak warga muslim Singapura bertamasya ke Makassar. "Saya akan bicara dengan manajemen Garuda. Kalau ada kemudahan kami mengajak muslim Singapura ke Makassar," kata warga Singapura keturunan Solo, ini.
Dalam Table Top yang berlangsung di KBRI Singapura sekira tiga jam kemarin, selain delegasi Susel, juga hadir beberapa delegasi dari provinsi lainnya di Indonesia. Di antaranya, Jawa Timur, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Yogyakarta, DKI Jakarta, Bali dan beberapa daerah lainnya.
Sulsel yang dikoordinasi Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan mengikutkan 10 buyer. Para buyer tersebut dinaungi PHRI, Asita (asosiasi travel agent), serta Trans Studio. Selain buyer, Sulsel juga mengikutkan tim kesenian dari Yayasan Angin Mamiri. Tim kesenian ini akan tampil selama dua hari dalam Pameran Budaya dan Pariwisata yang akan dimulai, Sabtu, 2 Juli, hari ini di Takhasimaya, Singapura.
Apa saja hasil Table Top? Sulsel dan khususnya Makassar rupanya belum terlalu familiar di mata pengusaha travel Singapura dan Malaysia. Dari helatan kemarin beberepa buyer dari Asita dan PHRI mengaku, dalam temu bisnis tersebut, umumnya seller "buta" pariwisata dan budaya Makassar.
"Umumnya mereka mengenal Bali dan Yogyakarta. Jangankan objek wisata dan budaya, Makassar saja mereka tidak kenal," ujar salah seorang buyer dari Asita.
Lain halnya dengan Trans Studio. Meski umumnya seller belum pernah membawa wisatawan ke Trans Studio Makassar, namun ada keinginan besar membuat program ke sana. Salah satu alasannya karena biayanya lebih murah dibanding dengan objek wisata di Singapura, seperti Universal Studio misalnya.
"Respons sangat bagus. Tadi ada yang langsung mau buat paket perjalanan ke Trans Studio. Paketnya lengkap tiket pesawat, hotel, dan Trans Studio," kata Senior Manager Trans Studio Makassar, Fauziah Zulfitri, saat ditemui di KBRI Singapura.
Malah, kata Fauziah, banyak seller yang bertanya-tanya, kenapa Trans Studio dibuka di Makassar dan Bandung. Kenapa bukan di Jakarta?
"Jawaban saya, pertumbuhan ekonomi di sana bagus," ujarnya.
Tak hanya itu saja, guna merangsang kedatangan wisatawan manca negara maupun domestik, Trans Studio akan memberikan fasilitas khusus. Misalnya, tambahan tiket bagi travel yang membawa rombongan dalam jumlahnya besar.
Terlepas dari temu bisnis kemarin, memang banyak hal yang mesti dibenahi untuk mendukung program pariwisata Sulsel. Apalagi wisatawan manca negara masih menjadikan Tana Toraja sebagai tujuan utama. Nah, kalau infrastruktur jalan, khususnya trans Sulawesi dari Makassar-Tana Toraja belum bagus, akan menjadi sandungan promosi wisata Sulsel.
Tak hanya itu saja, objek-objek wisata lainnya harus dibenahi karena terkesan kumuh dan jorok. Tanjung Bira salah satunya. Demikian halnya dengan Kota Makassar yang terkesan masih sembrawut dan macet.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Sulsel, HM Syuaib Mallombasi, didampingi Kabid Pemasaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulsel, Syafruddin Rahim, saat melepas delegasi Sulsel di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, mengatakan, even tahunan KBRI Singapura ini, sudah lima kali dihelat. "Sulsel selalu diundang dan menjadi provinsi pilihan," katanya.
Syafrudin Rahim menambahkan, kunjungan wisatawan ke Sulsel beberapa tahun terakhir sangat menggembirakan. Untuk tahun 2010 misalnya, wisatawan manca negara mencapai 42. 37I orang, sedangkan wisatawan nusantara 3. 768. 252 orang.
Wisatawan manca negara yang paling besar berkunjung ke Sulsel adalah warga Malaysia. Tahun 2010 lalu wisatawan dari Malaysia mencapai 15. 669 orang. Sedangkan tujuan utama wisatawan manca negara adalah Tana Toraja.
"Mungkin karena ada penerbangan langsung Kuala Lumpur-Makassar sehingga banyak wisatawan dari Malaysia. Kita berharap dengan dibukanya penerbangan langsung Singapura-Makassar bisa mendongkrak wisatawan dari Singapura," ujar, Syafrudin Rahim, sembari menambahkan bahwa promosi pariwisata dan budaya Sulsel harus lebih gencar lagi. "Supaya Susel dan Makassar lebih familiar di mata wisatawan manca negara," tutupnya. (*)
(fajar.com)