DALAM angkutan udara niaga jumlah penumpang umumnya akan diketahui dengan formula: jumlah penumpang dewasa (adult); penumpang anak-anak (child) usia antara 2 – 12 tahun; dan penumpang bayi (infant) usia sampai dengan 2 tahun. Sehingga bila jumlah penumpang ditunjukkan secara tertulis akan dapat terbaca: dewasa/anak-anak/bayi(adult/child/infant)=jumlah keseluruhan.
Total jumlah penumpang terangkut harus dipilah lagi menjadi penumpang yang tidak memerlukan pelayanan/perlakuan khusus; penumpang dalam status tahanan dan dalam pengawasan, dan penumpang khusus.
Untuk memberikan pelayanan dalam pengangkutan terhadap penumpang, maka aspek keamanan, keselamatan dan kenyamanan, telah tersedia peraturan berskala Internasional (ICAO/IATA), Nasional (Undang-Undang/Peraturan Pemerintah/Peraturan Menteri Perhubungan & Direktur Jenderal Perhubungan Udara serta peraturan Lokal (internal peraturan badan usaha angkutan udara niaga).
Melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan (Bagian Keenam Pasal 134) telah diatur ketentuan "Pengangkutan untuk Penyandang Cacat, Lanjut Usia, Anak-Anak, dan/atau Orang Sakit" :
Penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak di bawah usia 12 (dua belas) tahun, dan/atau orang sakit berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus dari badan usaha angkutan udara niaga.
Pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi :
Pemberian prioritas tambahan tempat duduk;
Penyediaan fasilitas kemudahan untuk naik ke dan turun dari pesawat udara;
Penyediaan fasilitas untuk penyandang cacat selama berada di pesawat udara;
Sarana bantu bagi orang sakit;
Penyediaan fasilitas untuk anak-anak selama berada di pesawat udara;
Tersedianya personel yang dapat berkomunikasi dengan penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak, dan/atau orang sakit; dan
Tersedianya buku petunjuk tentang keselamatan dan keamanan penerbangan bagi penumpang pesawat udara dan sarana lain yang dapat dimengerti oleh penyandang cacat, lanjut usia, dan orang sakit;
Pemberian perlakuan dan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipungut biaya tambahan.
Selanjutnya melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 9 Tahun 2010 tentang Progam Keamanan Penerbangan Nasional (Bab 7) dijelaskan: Penumpang dalam status tahanan dan penumpang dalam pengawasan. Penumpang dalam status tahanan atau dalam pengawasan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara/SKEP/100/VI/2003). Penangan penumpang yang melanggar ketentuan keimigrasian (Deportee) harus dikawal oleh petugas yang berwenang.
Penumpang Khusus
Penanganan penumpang yang mengalami gangguan kejiwaan harus didampingi orang yang bertanggung jawab dan mampu mengatasi gangguan kejiwaan penumpang tersebut secara medis.
Wanita hamil dengan usia kehamilan 7 (tujuh) bulan atau lebih harus disertai dengan surat keterangan dokter yang menyatakan dapat melakukan perjalanan dengan pesawat udara.
Orang sakit yang memerlukan perawatan khusus harus disertai dengan surat keterangan dokter dan didampingi oleh orang yang bertanggung jawab; dann anak-anak di bawah umur 8 (delapan) tahun harus didampingi oleh orang yang bertanggung jawab.
Pasal yang tertuang dalam undang-undang maupun turunannya (tentang pelayanan khusus terhadap penumpang) adalah merupakan hak bagi pengguna jasa dan kewajiban bagi penyedia jasa angkutan udara niaga.
Hak dan kewajiban tersebut harus menjadi kesepakatan kedua belah pihak ketika sebuah perjanjian pengangkutan udara niaga dimulai (pada saat tiket dibayar).
Kasus yang terjadi beberapa waktu lalu tentang ditolaknya penumpang tuna netra dalam sebuah angkutan udara niaga nasional menunjukkan betapa kesepakatan (hak dan kewajiban) antara penyedia jasa angkutan udara niaga dengan pengguna jasa belum dapat terpenuhi.
Sebagai contoh bagi pengguna jasa angkutan udara niaga di Amerika (dalam status tuna netra) yang bepergian sendiri (tanpa pengawal orang lain) dapat didampingi oleh anjing pengawal yang akan duduk didekat kaki penumpang, di Indonesia kasus sebagaimana di Amerika tersebut tidak dapat dilaksanakan sehubungan dengan adanya ketentuan "no animal in cabin", sehingga pelayanan kepada penumpang cacat/tuna netra dilakukan sesuai ketentuan perundangan (pasal 134 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009).
Penyedia dan pengguna jasa angkutan udara niaga harus saling memahami hak dan kewajiban yang harus dipenuhi sebagaimana telah diatur melalui undang undang dan turunannya. Prosedur pelayanan kepada penumpang (dalam status cacat/tuna netra) wajib disusun dalam "Standard Operating Procedure"/SOP Badan Usaha Angkutan Udara niaga, agar tercipta kepuasan pelanggan dan kepuasan pelayanan timbal balik.Sudah saatnya kita hapus buta hukum penerbangan bagi seluruh pengguna jasa angkutan udara niaga, sekalipun pengguna jasa tersebut dalam status tuna netra, ketidaktahuan kita semua terhadap peraturan yang telah diundangkan (termasuk peraturan penerbangan) bukanlah pembenar, tuntutlah hak. Sebaliknya penuhi pula kewajiban. (*)
Dipublikasikan di Tabloid Aviasi Edisi 28 Thn II – Oktober 2010