Pelopor industri penerbangan Indonesia, BJ Habibie, menyatakan standar penerbangan Amerika Serikat itu menjadi referensi karena keunggulan dan pengalamannya. Sudah sewajarnya jika banyak negara termasuk Indonesia merujuk standar yang dikeluarkan Federal Aviation Administration, Amerika Serikat.
"Itu harus dilihat dari sejarahnya," kata Habibie di kediamannya di Patra Kuningan, Jakarta .Industri penerbangan yang terbesar dan tertua di dunia itu ada di Amerika Serikat. Karena di situ, boleh dikatakan sudah hampir 100 tahun yang lalu orang sudah terbang. Pengalaman mereka itulah yang melahirkan FAA," kata mantan Presiden itu.
FAA ini bukan lahir dari aturan pemerintah, tapi muncul dari kebutuhan masyarakat bahwa pesawat terbang harus aman. "Karena banyak pengalaman dan unggul, sehingga negara di mana pun di dunia pasti melirik dulu FAA sebagai referensi," kata Habibie.
"Kita dulu juga punya peraturan kelaikan udara yang diterima karena dasarnya adalah FAA. Kami dulu mengadakan kerjasama bilateral dalam bidang kelaikan udara AS umumnya, FAA khususnya," kata Habibie yang berperan banyak dalam melahirkan PT Dirgantara Indonesia yang memproduksi sejumlah pesawat buatan Indonesia itu.
FAA, kata Habibie, membantu Indonesia membikin sertifikat. "Alasannya, produk industri pesawat Amerika banyak kita pakai dan produk kita juga banyak dijual di sana. Kalau kita sudah buat, dan aturannya sudah match, kita akan lebih mudah menjual," kata Habibie.
Lalu, apakah pesawat MA 60 yang dipakai Maskapai Merpati Nusantara Airlines namun tidak memakai standar FAA itu aman? "Saya tidak bisa komentar karena saya tidak tahu detail," kata Habibie.
Merpati sendiri memiliki 13 pesawat jenis MA 60 dan salah satunya jatuh di perairan Papua Barat pada Sabtu lalu. Pesawat ini diakui regulator di Indonesia tidak memakai standar FAA, hanya standar China.
(Vivanews)