Pementerian Perhubungan menegaskan pemerintah tidak ikut campur dalam keputusan pembelian pesawat Boeing 737 oleh Lion Air. "Ini murni urusan bisnis," kata juru bicara Kementerian Perhubungan, Bambang S. Ervan, Sabtu, 3 Desember 2011.
Pembelian pesawat, kata dia, tidak memerlukan izin pemerintah karena masuk ranah bisnis. Izin baru diturunkan oleh Kementerian apabila pesawat akan dioperasikan. "Saat itu baru perlu izin Kementerian Perhubungan," ujar Bambang.
Ia juga mengaku tak tahu adanya tekanan dari pemerintah Amerika Serikat terhadap Lion agar maskapai ini memborong Boeing. Pasalnya, dalam transaksi tersebut, Lion langsung berurusan dengan Boeing tanpa perantara Kementerian Perhubungan.
Pabrik pesawat asal Eropa, Airbus, menuduh Gedung Putih ikut campur memenangi kontrak pembelian Boeing 737 ke Indonesia senilai hampir US$ 22 miliar atau Rp 195 triliun. Direktur Operasional Airbus John Leahy mengatakan kesepakatan tak terjadi tanpa keterlibatan Presiden Amerika Barack Obama.
"Presiden Direktur Lion Air Rusdi Kirana mengatakan kepada saya, dia tidak punya pilihan. Tampaknya ada intervensi politik di sana," katanya seperti dikutip dari Reuters, Jumat lalu.
Pada 18 November lalu, Lion membeli 230 pesawat Boeing 737 MAX. Kesepakatan ini jauh lebih besar ketimbang pembelian oleh Emirates Airlines sebanyak 50 unit Boeing 777-300 Extended Range.
Lion Air menolak berkomentar, tapi membantah tudingan tunduk pada tekanan. "Saya tidak ingin mengomentari masalah itu. Kami melakukan pembelian murni secara komersial," kata Edward Sirait, juru bicara.
Menurut pengamat industri penerbangan, Dudi Sudibyo, campur tangan pemerintah dalam transaksi jumbo lazim terjadi. Hal serupa pernah dilakukan oleh Presiden Amerika sebelumnya, Bill Clinton, dalam pembelian pesawat F-15 oleh Arab Saudi.
Dari sisi industri penerbangan Amerika, campur tangan ini menjadi hal positif untuk mendorong pertumbuhan di negara tersebut. Namun bagi negara pembeli, banyak hal yang dikaji. "Misalnya, keuntungan negara dalam membeli pesawat-pesawat tersebut," ujarnya.
Seharusnya Lion Air atau pemerintah Indonesia mendapat imbal balik dari pembelian 230 unit pesawat. Dudi mencontohkan, saat Indonesia membeli pesawat F-16 dan Fokker 70, pemerintah berhasil mendapatkan imbalan berupa perawatan aset ataupun komponen pesawat.
Bambang mengatakan pemerintah belum mendapat imbalan apa pun dari transaksi ini. "Seharusnya Lion berkoordinasi dengan pemerintah, misalnya Kementerian Riset dan Teknologi atau Kementerian Perindustrian, agar ada imbal balik langsung bagi pemerintah," katanya.
(Tempo.co)
SUPPORT BY