BEBERAPA bulan terakhir, dunia penerbangan nasional kembali dilanda petaka. Sejumlah pesawat dilaporkan mengalami musibah. Di antaranya September lalu, pesawat Cassa 212 - 200 milik PT Nusantara Buana Air, jatuh di kawasan hutan Bahorok, Sumatera Utara.
Pada bulan yang sama, pesawat jenis PK - UCE, milik Yayasan Jasa Aviasi, juga dikabarkan jatuh di Kabupaten Pemekaran Yalimo, Papua. Diduga, keduanya mengalami kecelakaan akibat cuaca buruk.
Buruknya cuaca memang menjadi penyebab utama kecelakaan udara. Gangguan seperti badai, hujan es, turbulensi, kilat serta perubahan kecepatan dan arah angin, sangat memengaruhi keselamatan penerbangan. Ditambah lagi, pengetahuan pilot dan kru di darat mengenai kondisi cuaca, juga masih kurang. Akibatnya, pilot kerap mengambil keputusan yang tak tepat.
Informasi Terkini
Barangkali Indonesia bisa mengadopsi teknologi yang dikembangkan National Aeronautics and Space Administration (NASA). Lembaga penerbangan milik pemerintah Amerika Serikat ini telah mengaplikasikan sistem informasi cuaca yang akurat untuk kepentingan transportasi udara. Sistem ini bernama Aviation Weather Information (Awin).
Program yang proposalnya disetujui pada Februari 1997 ini, digagas guna mengurangi kecelakaan udara akibat cuaca buruk, yang angkanya telah mencapai level memprihatinkan. Proyek bersama antara pemerintah, kalangan industri dan akademisi ini, bertujuan menciptakan sistem keamanan transportasi udara yang mampu melakukan penginderaan dan peramalan cuaca.
Sistem tersebut menyajikan informasi cuaca terkini secara real time, yang dapat diakses oleh pilot selama di udara. Sebelum adanya Awin, data cuaca diberikan kepada pilot sebelum penerbangan dilakukan. Data tersebut masih mentah dan tidak real time. Selanjutnya, selama di udara pilot tak memiliki data terkini mengenai kondisi cuaca di depan. Ini tentunya berbahaya. Awin dirancang agar pilot mendapatkan informasi yang seharusnya mereka miliki di dalam kokpit.
Mengirim Data
Selain sebagai pihak yang menerima informasi, oleh sistem Awin, pesawat terbang juga dimungkinkan menjadi sumber informasi kondisi cuaca. Sebab, sistem sensor yang terpasang di pesawat, mampu mendistribusikan data cuaca ke beberapa pesawat lain dan menara pengawas di darat.
Data tersebut diterima dan dikirim dengan bantuan satelit dan stasiun penerima di darat. Proses penerimaan dan pengiriman data, dilakukan menggunakan broadcast data link dan sistem komunikasi dua arah. Data yang disajikan tak berkisar beberapa mil saja, namun mencakup seluruh negeri. Dengan demikian, pilot bisa lebih mudah memonitor kondisi cuaca selama penerbangan.
Selain itu, ketika Awin mengirimkan tanda peringatan gangguan cuaca kepada pilot, di saat bersamaan sistem ini juga akan mengarahkan dan memandu pilot menempuh rute alternatif yang lebih cepat dan aman. Panduan ini sangat membantu, sebab selama ini pilot seringkali mengambil kepustusan tak efisien, yaitu menempuh jalur yang lebih jauh, guna menghindari potensi bahaya.
Mengurangi Risiko
Awin merupakan satu dari beberapa program keselamatan transportasi udara yang dimiliki NASA. Sebelumnya, NASA bekerja sama dengan sektor industri telah mengembangkan Cockpit Weather Information (Cwin) . Proyek ini mengolah dan menyajikan informasi cuaca yang diperoleh dari berbagai sumber.
Serangkaian simulasi dan uji coba Cwin telah dilakukan pada penerbangan sesungguhnya. Hasil yang diperoleh adalah meningkatnya kesadaran dan pengetahuan pilot akan kondisi cuaca saat berada di udara. Selain itu, dengan adanya Cwin penerbangan dirasakan lebih efisien dan aman.
NASA kemudian memperluas kerja sama dengan menggandeng Federal Aviation Administration (FAA). Mereka ingin meningkatkan teknologi Cwin dengan merancang infrastruktur jaringan data yang bisa dipasang pada pesawat terbang dan pusat data di darat. Kerja sama itu diwujudkan dalam program Awin.
Dengan kata lain, proyek yang dirancang pada masa pemerintahan presiden Bill Clinton ini merupakan penyempurnaan dari Cwin. Dengan teknologi yang telah diperbaharui, NASA mengklaim Awin mampu mengurangi risiko kecelakaan udara sebesar 50 persen.
Awin tak menutup kemungkinan diterapkan di Indonesia. Teknologi ini dapat dimanfaatkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), perusahaan maskapai penerbangan, Kementerian Perhubungan, serta pihakñpihak lain yang berkaitan. Diharapkan mereka bisa saling berbagi informasi cuaca, sehingga dihasilkan keputusan kolaboratif yang tepat, demi keamanan transportasi udara. Sudah saatnya negeri ini memberikan perhatian lebih pada tingginya angka kecelakaan udara akibat cuaca buruk.
(Arswendo Wirawan, dari berbagai sumber-24)