Banyak dari kita yang percaya bahwa tidur yang baik dapat menjadi obat sempurna untuk mengatasi tekanan, pengalaman negatif, kenangan buruk, kecemasan, dan gangguan terkait lainnya.
Benar! Tidur dapat membantu kita rileks, mengistirahatkan fisik dan memulihkan energi. Namun, sebuah riset terbaru oleh ilmuwan Amerika Serikat menunjukkan bahwa seseorang yang tidur pasca mengalami masalah terkait emosional atau trauma justru dapat berkontribusi negatif dan memperburuk kondisi emosional dan memori dalam waktu yang cukup lama.
Atas dasar itulah para ahli menyarankan bahwa ketika seseorang mengalami peristiwa luar biasa dan traumatis, tidur mungkin bukan menjadi ide yang bagus. Riset dipublikasikan dalam Journal of Neuroscience.
Dalam risetnya, para ahli dari University of Massachusetts di Amherst, mewawancarai 100 relawan pria dan wanita dewasa tanpa masalah emosional dan mental. Lalu peneliti memperlihatkan ke peserta studi serangkaian gambar yang berbeda-beda.
Beberapa gambar membawa suasana rileks dan tenang sedangkan sisanya memicu keresahan dan kekhawatiran. Peserta studi kemudian diwawancarai dan dinilai emosinya setelah melihat gambar-gambar tersebut.
Setelah itu, 100 peserta studi dibagi menjadi dua kelompok. Pada kelompok pertama, peserta diminta untuk mendapatkan waktu tidur yang baik dalam 12 jam berikutnya, sementara kelompok lainnya tetap terjaga (tidak tidur). Setelah itu, semua peserta diwawancarai dan dilihat respons emosional mereka.
Hasil menunjukkan, peserta yang tetap terjaga (tidak tidur) cenderung memiliki respon emosional jauh lebih rendah setelah sebelumnya melihat gambar yang meresahkan. Sedangkan peserta studi yang tidur (setelah melihat gambar yang meresahkan) menunjukkan reaksi emosional jauh lebih tinggi dan dapat mengingat cukup jelas tentang gambar yang membangkitkan emosi negatif tadi.
"Memang benar bahwa tidur itu umumnya merupakan hal yang baik untuk dilakukan. Hanya saja ketika Anda mengalami sesuatu yang benar-benar traumatik atau tidak biasa Anda mungkin cenderung ingin tetap terjaga," kata Rebecca Spencer, pemimpin studi dan ahli saraf terkemuka dari University Massachusetts Amherst.
Spencer menggarisbawahi bahwa respon biologis tersebut disadari oleh tubuh dan pikiran, itulah alasanya mengapa beberapa orang merasa sulit tidur pasca mengalami peristiwa emosional atau traumatis. Namun spencer menegaskan, emosi negatif dan kecemasan yang dialami setiap orang dalam aktivitas sehari-hari seharusnya tidak menjadi alasan untuk mereka melewatkan waktu tidur.
"Hanya, karena kita mengalami hari yang buruk tidak berarti bahwa kita harus melewatkan waktu tidur," kata Spencer.