Tren ini dikecam publik. Dicemaskan jadi prostitusi terselubung.
Laman Shanghai Daily, Rabu 3 Juli 2013, melansir bahwa dengan mengkonsumsi ASI, para orang kaya sangat meyakini kesehatan anak mereka akan tetap terjaga. Jika itu hanya dilakukan bayi, mungkin tidak menimbulkan kontroversi dan memang begitu juga yang terjadi di belahan bumi lain.
Soalnya adalah di negeri tirai bambu ini, tren minum ASI ini merebak di kalangan orang dewasa berduit. Dan yang menganggu moral publik adalah perusahaan juga menyediakan pilihan yang menimum langsung dari wanita sebagaimana yang dilakukan bayi. Meski begitu, yang ramai diberitakan baru yang minum dari kemasan.
Dan tren ini sudah menjadi bisnis, menjadi industri dengan peminat yang banyak. Di China sudah ada beberapa perusahaan yang menyediakan layanan ASI bagi para orang dewasa dan berasal dari kalangan menengah ke atas. Salah satunya adalah Xinxinyu Household Service Company milik Lin Jun yang beroperasi di Provinsi Guangdong.
Lin mengatakan bahwa layanan penyedia jasa ASI mulai populer di China, khususnya setelah skandal susu formula bayi terungkap. Selain itu ASI kini dipercaya menjadi salah satu nutrisi tambahan bagi orang dewasa yang dapat meningkatkan kesehatan. "ASI adalah nutrisi terbaik khususnya bagi mereka yang baru saja menjalani operasi besar," ujar Lin.
Untuk dapat memperoleh layanan mewah dari para suster penyedia ASI, para pelanggannya dipatok dengan harga 8000 Yuan atau Rp13 juta per bulan. Harga itu bisa semakin mahal, apabila suster yang disediakan berusia muda dan cantik.
Para suster ini nantinya akan berkunjung ke rumah pelanggan untuk memberikan ASI. "Namun apabila mereka malu, kami dapat menjual ASI yang sudah dipompa dan disimpan di dalam sebuah botol," kata Lin.
Salah satu pelanggan yang menggunakan jasa tersebut adalah seorang sales excutive di kota Shenzen dengan nama tengah Wang. Wang mencoba jasa ini setelah diinformasikan oleh temannya yang bermukim di Hong Kong.
Dia memilih mengkonsumsi ASI setelah merasakan keletihan yang berat akibat pekerjaan di kantor. Setelah mendapat restu dari sang istri, jadilah Wang membayar jasa suster ASI senilai 15 ribu Yuan atau Rp24,3 juta.
Wang biasa mengkonsumsi ASI sebanyak tiga sampai lima kali. Namun dia mengaku tidak pernah minum langsung dari suster yang menjual ASI itu. Hanya minum dari kemasan.
Kendati dipercaya dapat meningkatkan kesehatan, Wang tidak merasakan perubahan yang signifikan kecuali dia mengurangi kesibukannya di kantor dan berolah raga.
Sementara Lin mengatakan proses perekrutan menjadi seorang suster ASI tidak mudah. Dia harus memastikan ASI yang disediakan oleh si suster sehat. Kebanyakan dari para suster yang dia rekrut berasal dari desa dan keluarga miskin yang membutuhkan biaya untuk membesarkan anaknya.
Lin akan mewawancarai calon suster dan memastikan bahwa mereka sehat secara fisik. Hal serupa juga dilakukan oleh banyak kandidat pelanggan yang akan menggunakan jasa suster ASI.
Menurut Lin, sebelum memilih suster, pelanggan akan menilai dua hal yaitu status kesehatannya dan karakter mereka. Setelah terpilih, para suster ini akan menandatangani kontrak dengan periode enam hingga delapan bulan.
Namun di dalam kontrak, status pekerjaan mereka tertulis sebagai pengasuh bayi, pembersih ruangan atau koki. Bagi para suster, kontrak kerja yang ditawarkan sangat menggiurkan karena dalam waktu delapan bulan, mereka bisa membawa pulang 120 ribu Yuan atau Rp194 juta.
Dikecam Banyak Orang
Industri baru yang tidak biasa ini dikecam banyak orang. Para pengecam itu menilai bahwa layanan tersebut dapat dijadikan modus baru prostitusi. Artinya, tren ini bisa menjadi praktek terselubung dari prostitusi, hal yang ditentang karena tidak sesuai dengan moral yang dipegang teguh masyarakat.
Meski ada kecemasan seperti itu, juru bicara biro keamanan publik Shenzen, menjelaskan bahwa akan sangat sulit membuktikan dan menginvestigasi apakah dugaan penyelewengan itu benar atau tidak.