Penderita kanker payudara, sebut saja Ny. S, usia masih muda. Usia 33 tahun, cantik, punya anak dua orang. Dirawat beberapa minggu yang lalu karena keluhan mual, muntah, lemah, tidak ada nafsu makan, dan tidak dapat tidur. Sebelum dirawat, penderita baru saja mendapatkan kemo terapi di suatu rumah sakit di luar kota.
Setelah 2-3 hari dirawat, saya melihat belum banyak perubahan pada pasien. Keluhan-keluhannya seperti tidak cepat membaik, dan suatu hal yang agak lain saya lihat adalah pasien ini seperti mengurung diri. Saya tidak melihat teman-temannya yang berkunjung, hanya ada keluarga dekat seperti suami, dan orang tuanya.
"Mana teman-temannya?" tanya saya suatu waktu saat visite.
"Ada lah Pak, tapi saya tidak memberitahu bahwa saya dirawat, bahkan teman-teman saya tidak ada yang tahu saya sakit begini, saya malu dan tidak percaya diri kalau mereka tahu dokter", jawab pasien.
"Ya, saya dapat memakluminya, ada beberapa pasien seperti itu, tetapi sampai kapan Anda bisa menutupinya, suatu saat mereka pasti tahu juga. Dan, teman itu mempunyai pengaruh positif terhadap kesehatan kita. Hubungan-hubungan sehat yang Anda jalin dengan teman-teman Anda, apalagi pada waktu Anda sakit akan mambantu penyembuhan Anda", saya mencoba menjelaskan kepada pasien.
"Apa betul demikian dokter?" tanya pasien lagi.
Sebelum saya menjawab, setelah dia diam sebentar, kelihatan seperti menarik nafas dalam. "Barangkali dokter benar juga, toh saya sekarang tidak lebih baik, saya tidak punya teman untuk mengadu, mengeluh, saya tidak punya teman untuk dapat banyak bercerita tentang penyakit saya, kecemasan, kekhawatiran, ketakutan saya, dan dengan keadaan begini, saya sekarang malah merasa lebih tertekan dokter", sambung pasien.
Beberapa hari setelah itu, waktu visite, suasana di kamar pasien sudah mulai nampak berubah. Buah-buahan, bermacam makanan ringan kelihatan memenuhi mejamya, dan nampak juga beberapa buah karangan bunga di atasnya.
Melihat itu, secara spontan saya bertanya," kelihatannya lain sekarang?"
"Ya dokter, teman-teman sebagian sudah pada ke sini, ini semua dari mereka", urai pasien sambil senyum.
"Ya kan, teman itu menyembuhkan?"
"Ya dokter, saya merasa lebih lega sekarang, saya juga merasa lebih sehat. Saya sekarang punya banyak teman yang mau mendengar, tempat saya mengadu, mencurahkan isi hati, perasaan saya dokter."
Dari hari ke hari suasana di kamar itu saya lihat semakin berubah. Suara gelak, canda, dan tawa semakin riuh saya dengar. Perawat saya pun mulai mengeluh, "ramai sekali dok sekarang di sana, mereka tidak peduli lagi dengan jam kunjungan, jam viste pun masih banyak temannya yang berkunjung", ungkap salah seorang perawat itu. "Nggak apa-apa, biarkan saja, daripada dia tambah sakit kesepian, itu mungkin lebih baik untuk dia, teman-temannya itu dapat menjadi obat bagi dia", jawab saya.
Kemudian, waktu saya visite, memang beberapa temannya masih saya lihat di sana. Salah seorang temannya tampak lagi memijit pundaknya, yang satu lagi sedang mengupaskan apel untuknya, dan yang lain seperti mau menyuapkan oleh-oleh yang dibawanya. Dalam hati saya bergumam......."hmmmm, teman-temannya betul-betul menjadi obat baginya."
Tidak lama saya visite, saya tidak ingin mengganggu suasana seperti itu, saya yakin teman-temannya ini sekarang barangkali lebih berarti dibandingkan kunjungan saya. Apalagi, saya lihat pasien ini kelihatannya sudah jauh lebih baik, keluhan-keluhannya sudah membaik, nafsu makannya juga sudah pulih kembali dan tidur pun sudah enak.
Lalu, melihat apa yang dialami pasien ini, saya teringat beberapa penelitian terkait pengaruh hubungan positif antara teman, dan kesehatan seseorang. Teman tidak hanya memberikan efek postif penyembuhan, bahkan juga menurunkan angka kematian dan meningkatkan harapan hidup seseorang. Mempunyai teman dapat mengurangi stress, ketakutan, dan kecemasan. Dukungan sosial yang didapatkan dari teman, menurut penelitian dapat menurunkan debaran jantung, tekanan darah, dan memperbaiki imunitas seseorang.
Penelitian yang dilakukan di Swedia pada laki-laki paruh baya menunjukkan bahwa mempunyai sedikit teman atau tidak ada teman akrab, dekat, meningkatkan risiko serangan jantun pertama kali sebesar 50 persen. Studi yang dilakukan di Buffalo, New York pada tahun 2009 mendapatkan bahwa mereka yang paling sedikit memperoleh dukungan sosial paling banyak menderita penyakit jantung, kecemasan, dan depresi. Penelitian pada penderita kanker payudara menunjukkan bahwa mereka yang mendapatkan dukungan sosial hidup dua kali lebih lama dibandingkan yang tidak.
Jadi, teman tidak hanya untuk sekedar bersenda gurau, bercanda, tetapi mempuyai pengaruh positif terhadap kesehatan fisik, emosional, dan bahkan spiritual. Dan seperti yang dialami pasien kanker di atas, teman dapat menyehatkan, membantu Anda menghadapi taruma seperti penyakit. Karena itu, perbanyaklah teman. Semakin banyak Anda mempunyainya, semakin dekat hubungan Anda, maka semakin besar pula dukungan yang akan Anda peroleh.
Penulis : Dr. Irsyal Rusad. Sp.Pd
Sumber: kompas.com