BandaraSukarno Hatta(Foto:travelwan)
BANDARA Internasional Soekarno-Hatta jauh tertinggal dibandingkan bandara di sejumlah ibu kota negara lain. Fasilitas transportasi, ruang tunggu, food court, toilet, ataupun teknologi informasi ketinggalan zaman.
Tak perlu membandingkan dengan bandara di negara-negara maju di Asia Timur seperti Incheon International Airport di Korea Selatan, Handea International Airport di Jepang, ataupun Hong Kong International Airport. Dibandingkan bandara-bandara di Asia Tenggara seperti Changi International Aiport Singapura, Suvarnabhumi Thailand, dan Kuala Lumpur International Airport, Malaysia, kondisi Bandara Internasional Soekarno-Hatta jauh tertinggal.
Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang dibangun sejak 1977 dan beroperasi tahun 1986 memang modern dan bagus pada zaman itu. Namun karena tidak mengantisipasi perkembangan teknologi yang sangat pesat, bandara ini keteteran. Misalnya transportasi penghubung antarterminal 1, 2, dan 3 tidak maksimal bahkan nyaris tidak ada. Seharusnya, hal seperti ini sudah diantisipasi sejak dini, terlebih kepadatan penumpang terus bertambah. Berbeda dengan Changi International Airport.
Antarterminal dihubungkan dengan kereta, sehingga penumpang tak perlu terjebak macet. Begitupun di KLIA, antarterminal dihubungkan dengan kereta. Belum lagi dengan kebersihan, sangat jauh. Di bandara-bandara lain selalu ada jalur kereta sebagai alternatif transportasi bagi penumpang.
Di Incheon Airport Internasional, rel kereta bandara bersebelahan dengan tol, sehingga ketika tol macet, penumpang bisa menggunakan kereta ke bandara. Sementara di tol Sedyatmo yang menjadi akses utama ke Soekarno-Hatta terendam banjir pada 2007 dan 2008, aktivitas penerbangan lumpuh karena tidak ada alternatif transportasi. Permasalahan lainnya, luas Soekarno-Hatta hanya 1.800 hektare.
Sedangkan Bandara Suvarnabhumi Thailand menempati lahan seluas 10.000 hektare. Padahal, Bandara Soekarno-Hatta pada 2010 lalu, tercatat sebagai bandara tersibuk di dunia dengan mendapat peringkat 16 besar yang dibuat oleh Airport Council Internasional (ACI), organisasi bandara seluruh dunia. Kondisi ini belum ditambah dengan ketiadaan fasilitas belanja dan permasalahan aktivitas ilegal di bandara tersebut. Pembangunan terminal 3 dengan konsep futuristik sempat menjadi harapan.
Incheon International Airport disebut-sebut menjadi percontohan terminal itu. Sayang, baru beberapa tahun beroperasi plafon terminal 3 ada yang jebol. Guru Besar Hukum Udara Universitas Tarumanegara (Untar) Jakarta Kamis Martono mengatakan, Bandara Internasional Soekarno-Hatta juga tertinggal dalam peralatan navigasi.
"Peralatan navigasinya tertinggal. Ini juga masih menjadi persoalan, inilah bagian terpenting," ujar Martono.
Belum lagi permasalahan SDM pengelola, Martono melihat pegawai PT Angkasa Pura II harus terus memiliki pengetahuan yang cukup akan kegiatan yang ada di Bandara itu sendiri. Sementara itu, Direktur Operasional PT Angkasa Pura II Salahudin Rafi mengatakan bahwa kepadatan Bandara Soekarno-Hatta saat ini telah melebihi kapasitas. Seharusnya bandara itu hanya berkapasitas 22 juta penumpang/ tahun, sedangkan pada 2011 penumpang Bandara Internasional Soekarno-Hatta telah 51 juta penumpang/ tahun.
"Sebenarnya kami telah melakukan antisipasi ledakan penumpang, salah satunya adalah pembangunan terminal 3," ujarnya.
Untuk itulah, pihaknya membuat grand design baru yang akan tuntas pada 2014. Pengembangan bandara yang membutuhkan lahan 850 hektare menelan anggaran sekitar Rp11,75 triliun. Selain mengubah bentuk bangunan, desain baru itu juga menunjukkan akan adanya transportasi yang memudahkan untuk para pengguna jasa bandara tersebut.
Seperti akan adanya kereta api dari Manggarai ke bandara dan ada juga kereta yang kecil tanpa awak yang hanya bertugas khusus mengantar penumpang ke terminal 1, 2, 3 dan juga ke pusat perbelanjaan yang berada di bangunan penghubung (integrated building).
"Target dari revitalisasi ini adalah untuk meningkatkan kapasitas bandara ini agar dapat melayani hingga 62 juta penumpang per tahun," katanya.