Posyandu memiliki peran yang strategis dalam upaya pencegahan penyakit dan perbaikan gizi masyarakat. Sayangnya ia masih dipandang sebelah mata.
Setiap hari Sabtu minggu kedua setiap bulannya Rina selalu membawa putra tunggalnya Jose (5) ke Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) untuk melakukan penimbangan berat badan atau imunisasi. Meski tergolong mampu untuk membawa anaknya ke dokter anak namun perempuan yang tinggal di kawasan Tangerang Selatan ini lebih memilih Posyandu.
"Untuk imunisasi, saya yakin kalau sediaan vaksin sudah standar sesuai Kementrian Kesehatan. Gratis pula," kata wanita yang bekerja di kawasan Slipi Jakarta Pusat ini.
Selain itu, menurut dia, para kader posyandu dan bidan yang bertugas juga umumnya memiliki pengetahuan yang baik. "Terkadang mereka memberikan informasi tentang kontrasepsi atau pencegahan demam berdarah," tuturnya.
Tetapi antusiasme Rina terhadap posyandu itu berbanding terbalik dengan warga di lingkungan tempat tinggalnya. "Ibu-ibu di sekitar saya lebih suka memeriksakan anaknya ke dokter atau rumah sakit. Makanya setiap ada posyandu yang datang tak lebih dari 10 orang," ujarnya.
Potret posyandu di kawasan Tangerang itu mungkin mewakili citra posyandu dewasa ini. Kegiatan swadaya yang mulai kehilangan semangatnya. Kegiatan yang dijalankan pun biasanya cuma kegiatan rutin bulanan seperti penimbangan berat badan dan terkadang pemberian makanan tambahan.
Revitalisasi
Secara kuantitas jumlah posyandu kita memang membanggakan, mencapai 270.000. Tetapi hampir setengahnya tidak aktif. Kalau pun aktif kualitasnya masih banyak yang perlu ditingkatkan.
Revitalisasi atau penguatan kembali posyandu sebenarnya sudah mulai digiatkan sejak tahun 1999 tetapi sampai sekarang belum terlihat bukti keberhasilannya. Menurut data kunjungan posyandu, setiap bulannya rata-rata hanya 60 persen balita yang rutin datang ke posyandu.
"Dulu jarang sekali ada ibu yang mau membawa anaknya ke Posyandu. Saya sampai harus keliling membawa timbangan agar berat badan balita di wilayah saya terpantau," kenang Iyos, kader posyandu di dusun Cisupa, Karawang.
Peran posyandu bukannya tidak disadari pemerintah. Menurut Dr.Hadiat dari direktorat kesehatan dan gizi masyarakat Badan Perencanaan Nasional, peningkatan kualitas posyandu sudah menjadi bagian dari rencana pembangunan jangka menengah.
"Walau kader posyandu bukan tenaga kesehatan tetapi mereka berperan penting dalam upaya preventif kesehatan di masyarakat," katanya dalam acara media edukasi bertajuk Pemberdayaan Masyarakat untuk Perbaikan Kondisi Kesehatan Anak dan Balita di Jawa Barat yang diadakan oleh Kraft Foods di Jakarta (16/2).
Karena berada di desa atau lingkungan warga, posyandu bisa menjadi garda terdepan dalam pelayanan kesehatan. Apalagi posyandu seharusnya bisa melayani 22 juta penduduk Indonesia yang masuk kelompok anak-anak.
Selain anak-anak, posyandu sebenarnya bisa memberikan pelayanan kepada orang lanjut usia (lansia) yang jumlahnya semakin tahun terus meningkat seiring peningkatan usia harapan hidup.
"Posyandu punya potensi untuk itu, termasuk juga pelayanan kepada pasangan usia subur yang sekarang jumlahnya mencapai 45 juta orang," kata Sonny H.Harmadi, Kepala Lembaga Demografi Universitas Indonesia.
Kader berkualitas
Tantangan yang dihadapi posyandu di zaman modern ini tentu tidak ringan. Salah satunya adalah mencari kader yang berkualitas. "Kader seharusnya memiliki kapasitas untuk membantu masyarakat," kata Hadiat.
Meski bersifat sukarela, namun Sonny menilai para kader seharusnya mendapatkan apresiasi yang layak dari masyarakat. "Kadang-kadang orang tidak membutuhkan uang tetapi perasaan dihargai," ujarnya.
Namun tantangan posyandu di perkotaan tentu berbeda dengan di pedesaan. "Seiring dengan meningkatnya urbanisasi kini makin banyak posyandu di kota-kota. Ini tentu lebih sulit karena segala sesuatu dihargai dengan uang,"" katanya.
Posyandu yang dulu digagas oleh Prof.Wijoyo Nitisastro, sebenarnya adalah program berbasis masyarakat yang sangat unik dan khas Indonesia. Menurut Devy Yheanne, head of corporate affair Kraft Foods, tidak ada negara lain yang memiliki program seperti posyandu.
"Program penguatan posyandu merupakan CSR Kraft Foods di Indonesia . Ketika kami melakukan sharing dengan tim Kraft global mengenai hal ini, mereka kagum dengan adanya kader posyandu yang bekerja sukarela," kata Devy.
Menurut pengalaman di lapangan, Evie mengatakan para kader posyandu membutuhkan dukungan dari tokoh masyarakat atau pemuka agama untuk mempromosikan posyandu. "Di beberapa posyandu yang kami bina cara itu cukup berhasil," katanya.
Upaya lain untuk meningkatkan minat masyarakat ke posyandu adalah membuat program Posyandu Plus. Bentuknya bisa melakukan pemberian makanan tambahan, melakukan ceramah gizi dan kesehatan, atau mengadakan Pendidikan Anak Usia Dini.
Dalam program penguatan posyandu yang dilakukan Kraft Foods bersama Save the Children, kader posyandu di beberapa wilayah di Jawa Barat mendapatkan pelatihan seputar kesehatan dan perkembangan anak dan gizi. Para kader juga mendapatkan pengajaran mengenai pembuatan makanan sehat dengan menggunakan bahan lokal dan murah. Upaya-upaya peningkatan kualitas sumber daya kader posyandu juga dilakukan oleh beberapa perusahaan.