Dengan kesepakatan US$ 29,4 milyar, Saudi meminta produksi pesawat F-15 SA sebanyak 84 unit. Selain itu, kesepakatan juga mencapai untuk melakukan modernisasi sebanyak 70 unit pesawat F-15s yang sudah dimiliki Saudi.
"(Kesepakatan) juga termasuk amunisi, suku cadang, pelatihan, perawatan, dan logistik," kata Asisten Menteri Dalam Negeri bidang Politik-Militer AS, Andrew Shapiro, seperti dikutip dari laman CNN.
Kesepakatan ini, menurut Shapiro, menunjukkan komitmen kuat AS yang peduli terhadap kemampuan pertahanan Arab Saudi, sebagai kunci penting pengamanan wilayah Timur Tengah.
"Penjualan ini mengirim pesan kuat ke sejumlah negara di kawasan itu bahwa AS memiliki komitmen untuk menjaga stabilitas di wilayah Teluk dan Timur Tengah," jelas Shapiro.
Selain itu, Shapiro pun menjamin transaksi antara AS dengan Saudi ini tidak membahayakan bagi Israel. "Secara hukum, semua penjualan ke kawasan itu (Timur Tengah) harus dievaluasi apakah ada dampak ancaman militer secara kualitatif terhadap Israel," tutur Shapiro.
Selain itu, Shapiro pun mengatakan, kesepakatan dengan Arab Saudi sangat penting dilakukan untuk menjaga kepentingan AS terhadap kebutuhan minyak di Saudi. "Ini sangat penting terhadap kebutuhan ekonomi kami."
Sedangkan Al Jazeera memberitakan, kesepakatan ini terungkap pertama kali dari ucapan Presiden Barack Obama, ketika menghabiskan liburan Natalnya di Hawaii. Namun, proses kesepakatan ini sudah berlangsung sejak Oktober 2010, sebagai bagian dari transaksi penjualan perlengkapan militer As ke Saudi sebesar US$ 60 milyar.
Kesepakatan itu disebut akan berlangsung selama 15 hingga 20 tahun. Salah seorang pejabat kantor pertahanan AS menyebut, kesepakatan 2010 itu juga termasuk pembelian helikopter serbu Apache dan helikopter Black Hawk.
Menariknya, pengumuman kesepakatan ini berlangsung ketika hubungan AS dan sekutunya di Timur Tengah dengan Iran semakin memanas. Apalagi sejak Iran melakukan uji coba nuklir.
Tak hanya itu, hubungan pun semakin memanas ketika Iran berencana menutup Selat Hormuz. Bagi AS, Selat Hormuz merupakan selat yang penting bagi perdagangan minyak bumi. Karena itu AS menilai penutupan Selat Hormuz tidak dapat diterima. (eh)
Sumber • VIVAnews