Sejarah dunia penerbangan dimulai sejak 17 Desember 1903, saat Wright Bersaudara di Kitty Hawk North Carolina Amerika Serikat untuk pertama kalinya berhasil menerbangkan sebuah pesawat terbang bermesin. Maka sejak itulah manusia terus berusaha menyempurnakan penemuan spektakuler tersebut.
Pesawat terbang dimanfaatkan manusia untuk kepentingan militer dan angkutan udara manusia dan barang. Kini, manusia sangat merasakan manfaat tranportasi udara yang jauh lebih unggul dibandingkan transportasi darat dan laut. Bisnis penerbangan menjadi bisnis yang menjanjikan dan menarik minat banyak pengusaha.
Dalam beberapa tahun terahir di Indonesia muncul beberapa operator penerbangan yang berlomba-lomba mencoba mengais keuntungan dari demam terbang. Masyarakat yang tadinya hanya menggunakan sarana transportasi darat bus dan kereta api, serta kapal laut kemudian mulai merasakan manfaat jasa transportasi penerbangan. Pada awalnya operator menekan harga ongkos angkut, merangsang mereka yang akan bepergian, diterapkannya low cost, harga bersaing dengan kereta api.
Yang terjadi kemudian adalah penurunan kewaspadaan regulator (pemerintah) karena kepentingan dan pengaruh kuat dari operator (pengusaha bisnis penerbangan). Para pebisnis penerbangan hanya melihat persaingan dalam perebutan penumpang, yang kadang tanpa mengindahkan aturan keamanan dan keselamatan penerbangan. Sebagai akibatnya dalam beberapa tahun terahir kemudian terjadilah kecelakaan demi kecelakaan yang apabila diteliti lebih lanjut merupakan sesuatu hal yang sebenarnya dapat dihindarkan, paling tidak dapat di minimalisir.
Ada suatu hal yang dilupakan oleh manusia, hal paling mendasar apabila akan bergelut didunia penerbangan yaitu masalah kodrat. Manusia diciptakan didunia dengan kodratnya hidup diatas tanah, bukan diciptakan untuk dapat terbang atau hidup didalam air. Hanya dengan akalnya kemudian manusia mampu menciptakan pesawat untuk dipakai terbang. Karena pesawat buatan manusia, maka semua persyaratan terbang yang sudah ditetapkan oleh pembuat pesawat haruslah ditaati dengan ketat. Kesalahan sekecil apapun dalam dunia penerbangan tidak dapat ditolerir, dapat berakibat manusia akan ketemu kodratnya yaitu mengalami kecelakaan.Contoh kasus sudah cukup banyak.
Jadi bagaimana mensikapinya? Dalam sebuah negara dimana terdapat Angkatan Udara, yang juga merupakan operator, organisasi dibuat demikian telitinya, agar tercapai apa yang disebut zero accident. TNI AU sebagai operator penerbangan militer dilengkapi dengan badan-badan yang tugasnya menjaga, mengamankan dan menyelamatkan agar penerbang dan pesawat terbangnya dapat melaksanakan mision yang pada ujungnya adalah menjaga kedaulatan negara diudara. TNI AU menerapkan road map to zero accident yang meliputi keselamatan ditiap satuan operasional, go and no go item pada alutsista , peningkatan kualitas sumber daya manusia, perampingan tipe pesawat dan accident investigation. Selain itu juga dilakukan outsourcing berupa studi banding dengan Singapore Air Force dan Australian Air Force (keduanya dapat mencapai zero accident setelah 15 dan 20 tahun).
Angkatan Udara sangat disiplin dalam membina baik personil, materiil dan kegiatan penerbangan. Semua kegiatan manajemen diarahkan agar pesawat dan personilnya selalu siap dan mampu untuk melaksanakan tugas yang dipikulkan dipundaknya. Dalam organisasi TNI AU terdapat Staf perencanaan, staf logistik, staf personil, staf pengamanan, staf operasi, irjen, staf ahli, kambangja, aeronautika, komlek,psikologi, pengadaan, kesehatan, polisi militer, hukum, intelijen pengamanan dan masih banyak lagi lainnya.
Dibandingkan dengan kegiatan operator penerbangan sipil, tugas organisasi Angkatan Udara jauh lebih complicated. Peran tempur disamping angkut memerlukan pengorganisasian khusus, berkait dengan kesiapan pesawat, kemampuan penerbang dalam bermanuver, menembak, dog fight dan melawan "G"(grafitasi).
Walau sudah dilakukan segala usaha, TNI AU masih tetap menjumpai beberapa kasus kecelakaan pesawat, yang sementara ini kesimpulannya human error 70%, faktor teknis 20% dan media 10%. Dalam setiap kasus kecelakaan pesawat, kalau dahulu TNI AU hanya mengkaji faktor man, material and media, kini diperluas dengan mission and management. Dimaksudkan agar pengkajian menjadi lebih luas dan komprehensif.
Nah, bagaimana dengan bisnis penerbangan sipil di Indonesia?. Dalam setahun terakhir saja terjadi beberapa kecelakaan yang dinilai sangat mengkhawatirkan. Beberapa kecelakaan terjadi disimpulkan karena kemampuan manusia dalam mengatasi keadaan emergency rendah, menyebabkan pesawat keluar landasan, tersasar dan bahkan masuk laut. Orang awampun mudah menilai pada beberapa kasus incident maupun accident, sangat terkait dengan kualitas awak pesawat.
Ada lagi hal lain yang sangat penting yaitu aspek maintenance/perawatan pesawat. Dalam merawat sebuah pesawat, harga sebuah komponen sangatlah mahal dan bahkan belum tentu selalu siap digudang persediaan atau dipasar/agen resmi di Indonesia. Kadang untuk mendapatkan sebuah komponen/suku cadang, perusahaan harus memesan dalam waktu yang cukup lama. Tindakannya kemudian diantaranya mengkanibalisasi dari pesawat sejenis atau membeli dipasaran bebas yang kadang kurang jelas kualitasnya.
Kebutuhan suku cadang tersebut bila dikaitkan dengan terbatasnya pesawat serta padatnya jadwal penerbangan inilah yang kadang menimbulkan tindakan spekulasi dan mengorbankan faktor safety. Bisnis penerbangan pada umumnya adalah bisnis mengejar target, yaitu target terpenuhinya kesiapan pesawat. Apabila target tidak terpenuhi maka akan dapat terjadi rangkaian delay dimana-mana.
Angkatan Udara-pun sekitar tahun 1993-1994 pernah digerilya oleh petualang pencuri dan spekulan komponen yang bekerjasama dengan personil pergudangan, dimana hasil curiannya dibeli sepersepuluh harga pasar. Selain itu juga terbongkar adanya spekulan/rekanan, komponen yang tidak dirawat, hanya diganti label saja. Ulah para spekulan dan pencuri tersebut kemudian berhasil disapu bersih oleh Dispamsanau dan Provostau yang bekerjasama dengan Polri.
Bagaimana kedepan?. Kita mengetahui bahwa sejak Juli 2007 otoritas penerbangan Uni Eropa memberlakukan travel warning bagi warganya untuk tidak bepergian dengan menggunakan pesawat terbang maskapai penerbangan Indonesia dan mem-banned seluruh maskapai penerbangan kita..
Larangan terbang dan warning tersebut sangat menurunkan kredibilitas maskapai penerbangan kita, yang berarti juga menurunkan kredibilitas negara. Oleh karena itu baik regulator maupun operator harus lebih mengaca diri, melakukan instrospeksi terhadap keamanan dan keselamatan bisnis penerbangan yang kita miliki.
Terlepas dari aspek bisnis maupun politis, larangan tersebut berdampak negatif didunia internasional penerbangan tentang tidak amannya terbang dengan pesawat Indonesia. Masalah ini sebaiknya harus segera diatasi dengan lebih serius.
Jadi intinya, faktor manusia (penerbang) dan maintenance pesawat harus mendapatkan porsi pengawasan yang lebih ketat dalam manajemen bisnis penerbangan tanpa kompromi. Dengan menunda kedua hal tersebut, maka baik crew maupun penumpang pesawat harus siap-siap bertemu dengan kodratnya.