Anak-anak kita sekarang barangkali banyak yang tidak lagi mengenal ubi jalar. Di kota-kota besar, mereka pasti lebih familiar dengan sereal, pizza, donut, kentang goreng, kentucky, atau makanan impor lain yang mulai mewabah di negri kita ini. Bahkan, tidak hanya anak-anak, kita pada umumnya juga seperti telah melupakannya.
Coba lihat, di dapur kita, dalam lemari kita, ubi jalar sudah menjadi barang langka. Di Amerika, barangkali juga di Eropa, ubi jalar ini hanya dicari waktu perayaan thanksgiving, setelah itu ditinggalkan. Dahulu, waktu saya masih kecil, di kampung saya, di kaki gunung marapi, banyak orang yang menanam ubi jalar ini.
Saya, tentu saja, sebagai anak petani juga melakukannya. Ubi jalar ini waktu itu, selain beras, menjadi pilihan lain sebagai pengganti makanan pokok nasi. Di samping dimakan begitu saja setelah direbus, bisa juga diolah lebih dulu. Yang menjadi kesenangan saya waktu itu adalah, setelah direbus, dibuang kulitnya, kemudian dipadatkan dalam cetakan, bisa mangkok, piring, atau yang lain.. Setelah padat ditaburi sedikit gula dan kelapa yang sudah diparut, kemudian diiris-iris sesuai dengan kemauan kita.
Ubi yang dipilih biasanya yang berwarna merah, yang telah didiamkan beberapa hari di kandang, di bawah rumah-- rumah kebanyakan waktu itu ada kandang di bawahnya, dalam bahasa minang disebut "lambumah". Ubi jalar yang didiamkan setelah beberapa hari terasa lebih gurih dan manis. Bagi saya, rasa ubi jalar yang diolah seperti itu lebih enak dari donat yang sekarang menjadi makanan idola anak-anak kita.
Sayang, waktu saya kekampung tahun yang lalu, saya lihat tidak ada lagi petani yang menanamnya. Pada umumnya, mereka menanam padi sepanjang tahun. Apakah karena harganya yang murah atau ada alasan lain, saya tidak tahu secara pasti. Karenanya, orang kampung sekarang jarang mengkonsumsinya, paling-paling sesekali sebagai pendamping minum kopi.
Ketika saya di Halifax, Canada, ubi jalar ini cukup mudah didapatkan di super store. Saya lihat ada yang berwarna ungu, kuning dan merah, kelihatan lebih besar dari yang ada di Indonesia. Harganya? Hmmm, lebih mahal dari harga beras satu kilonya. Sementara di Indonesia ubi jalar yang dihasilkan oleh petani kita, jauh lebih murah. Kemudian, melihat penampilannya yang bersih dan menarik, apalagi saya lihat ada beberapa orang yang membelinya saya jadi tertarik juga.
Waktu saya mau pergi jalan-jalan ke Prince Edward Island, dan Cape Breton, ubi jalar ini menjadi bekal dalam perjalanan saya. Kalau dalam perjalanan anak-menantu saya memilih makanan yang dibeli di Tim Hourton, yang tentu saja sangat manis, banyak mengandung gula dan karbohidrat olahan, saya lebih menyukai ubi jalar yang sudah dibakar sebelumnya.
Waktu saya kembali ke Indonesia, ubi jalar yang dibakar ini juga menjadi pilhan saya sebagai bekal makanan dalam perjalanan. Lalu, sebenarnya dalam beberapa tahun terakhir ini saya juga sudah membiasakan makan ubi jalar sebagai pendamping nasi. Porsi nasi dalam satu kali makan saya kurangi kira-kira setengah dari yang biasanya, kemudian saya makan ubi ukuran kecil satu-dua biji.
Banyak perubahan yang saya rasakan setelah kebiasaan ini, berat badan saya lebih stabil, ukuran celana saya dulu 33-34 sekarang jadi 32-33, kadar lipid darah juga normal, tekanan darah yang dulu agak tinggi sekarang stabil, dan yang paling saya rasakan manfaatnya adalah urusan ke belakang sangat lancar.
Seperti diketahui, bila dibandingkan nasi putih, yang menjadi makanan pokok kita selama ini, ubi jalar ini kandungan nutrisinya jauh lebih baik. Ubi-ubian ini dilimpahi tiga antioksidan yang kuat, yaitu : beta-carotene, vitamin C, dan E. Kandungan antioksidan yang kuat ini akan berperan melindungi sel tubuh kita dari pengaruh kerusakan radikal bebas. Sehingga risiko kita mengalami keganasan dan penyakit jantung juga berkurang. Antioksidan juga akan membuat kita tidak cepat menua, alias awet muda, dan kulit. Kita juga akan kelihatan lebih segar.
Selain anti oksidan, ubi jalar ini juaga banyak mengandung karbohidrat kompleks dan tidak seperti nasi putih, kalori yang dikandungnya rendah, hanya 117 kalori dalam 4 ons-nya, karenanya banyak ahli merekomendasikannya untuk mengontrol berat badan dan diabetes. Dan yang penting lagi, glikemik indeks ubi jalar jauh di bawah nasi putih, sehingga kadar gula darah kita tidak cepat melonjak tinggi setelah mengkonsumsinya.
Disamping Vitamin B, asam folat, dan beberapa mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita, seperti potasium, ubi jalar juga sangat kaya dengan serat, bahasa kerennya fiber. Kandungan serat yang tinggi ini dapat membantu meperbaiki lipid darah Anda, penurunan berat badan, dan gula darah pada penderita diabetes melitus.
Lantas, saya tidak menganjurkan Anda meninggalkan nasi, walaupun ubi jalar ini lebih baik untuk kesehatan Anda. Tetapi, seperti yang saya lakukan, kurangi jatah nasi Anda, setengahnya, sepertiganya atau seperempatnya dari kebiasaan Anda selama ini, kemudian nikmati ubi jalar ini.
Kalau Anda bekerja sesekali jadikan ubi jalar sebagai bekal atau makanan ringan Anda, daripada Anda harus membeli junk food, makanan sampah itu. Saya yakin Anda akan lebih sehat, InsyaAllah, penyakit jantung, diabetes, kegemukan, keganasan, jauh dari diri Anda. Hmmmm, andaikan kita dapat mengurangi sepertiga nasi putih yang selama ini kita konsumsi, dan sebagai gantinya kita nikmati ubi jalar dengan nutrisi yang berjibun ini, disamping kita jadi lebih sehat, negara juga tidak harus mengimpor beras lagi. Penghematan devisa yang lumayan.
Sumber : kompas.com