Sebagai suatu jenis produk yang dikonsumsi masyarakat, rokok tidak mencantumkan masa kedaluwarsa pada kemasannya. Hal ini berbeda dengan produk makanan dan obat-obatan yang harus mencantumkan tanggal kedaluwarsa pada setiap produknya.
Rokok pun dianggap melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. Tulus Abadi dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang ditemui di Jakarta, Kamis (9/8/2012), mengatakan, sejak awal rokok adalah barang kedaluwarsa karena merupakan racun. Rokok tidak punya tanggal kedaluwarsa karena dianggap sebagai produk legal.
"Ada salah kaprah sejak awal. Ini jelas barang mengandung racun yang harusnya diberi label ilegal. Kalau racun, baik pemerintah maupun WHO harusnya menyatakan bahwa rokok itu legal sehingga tidak bisa bebas dijual," katanya.
Dari sisi perlindungan konsumen, lanjut Tulus, setiap produk yang dikonsumsi masyarakat seperti makanan, obat-obatan, dan kosmetik wajib mencantumkan tanggal kedaluwarsa. Masa kedaluwarsa dalam sebuah produk berarti produk tersebut layak pakai atau layak dikonsumsi oleh konsumen serta aman untuk tubuh manusia. Ketika sebuah produk tidak mencantumkan masa kedaluwarsa, maka jelas tidak layak untuk dikonsumsi.
"Persoalannya rokok masih menjadi komoditas di bidang ekonomi. Masih dianggap sebagai penyumbang cukai terbesar bagi negara. Padahal, penerimaan negara dari cukai tembakau itu sebenarnya disumbang sendiri oleh para perokok, bukan perusahaan rokok," katanya.
Mia Hanafiah, Ketua Harian Komite Nasional Pengendalian Tembakau, menambahkan, apabila industri rokok ini terus berlangsung, akibatnya sudah jelas, yakni kematian, penyakit, dan korban. Jika industri ini diatur lewat regulasi yang jelas, jumlah kematian dan korban akibat rokok dapat dikendalikan.
Sumber: kompas.com