Apa pun alasannya, perceraian dapat menimbulkan dampak psikologis pada anak. Terlebih jika salah satu orangtuanya menikah lagi dan si anak memiliki saudara tiri.
Sebuah studi terbaru menyebutkan, anak-anak korban perceraian yang memiliki saudara tiri lebih rentan mengalami penyalahgunaan obat terlarang dan juga melakukan seks pranikah di usia remaja.
"Hal ini memang bukan sesuatu yang baru. Tetapi kebanyakan terjadi pada orang yang memiliki anak di luar pernikahan," kata Karen Guzzo profesor bidang perkembangan manusia dan keluarga yang melakukan riset ini.
Dalam penelitiannya, Guzzo dan timnya secara spesifik melihat pengaruh psikologis pada ibu dan anak pertamanya , terutama anak yang diasuh oleh ibu kandungnya pada sebagian besar hidupnya.
Faktor yang dilihat antara lain latar belakang pendidikan, susunan keluarga, dan status ekonomi keluarga. Faktor lainnya meliputi jumlah anggota keluarga dan ada tidaknya perceraian dan saudara tiri dalam kelaurga.
Wawancara dilakukan terhadap 9000 anak yang lahir antara tahun 1980 - 1984. Data anak-anak itu diperoleh dari National Longitudinal Study of Youth.
Para peneliti menemukan, anak-anak yang hidup dengan saudara tiri 65 persen lebih mungkin menggunakan narkoba sebelum mereka menginjak usia 15 tahun. Anak-anak ini juga lebih beresiko melakukan seks pranikah.
Penelitian lain juga menunjukkan dampak negatif perceraian pada diri anak. Menurut American Psychological Association, anak yang orangtuanya bercerai kebanyakan memiliki prestasi akademik yang rendah, lebih sering merokok dan minum alkohol, menjadi pengangguran, dan secara finansial tidak mapan.
Tetapi, perlu ditegaskan pula bahwa dampak psikologis tersebut sangat bergantung pada banyak faktor, termasuk gaya pengasuhan dalam keluarga, kemapanan ekonomi, serta usia anak saat perceraian terjadi.
Para ahli juga mengatakan anak-anak berusia kurang dari 7 tahun yang orangtuanya bercerai, belum memahami dampak dari perpisahan ayah-ibunya.