Rokok seperti halnya candu merupakan alat yang digunakan negara maju untuk menguasai negara berkembang. Indonesia saat ini menjadi sasaran empuk negara maju yang gencar menyerang melalui industri rokok.
Seperti yang diungkap Ketua Indonesia Tobacco Control, dr. Kartono Muhammad, rokok dan candu sesungguhnya tak berbeda. Keduanya menimbulkan ketergantungan dan berdampak buruk bagi kesehatan. Sejarah juga mencatat, rokok dan candu telah dijadikan senjata untuk menguasai negara lain.
Candu mengalaminya lebih dulu, lewat perang Inggris dan China pada perang candu tahun 1839-1842. Pada masa ini, Inggris dan sekutunya menekan China supaya mau menerima kiriman candu. Kejadian serupa dialami pada perang Vietnam dan Amerika Serikat, tahun 1955-1975. Perang dimenangkan Vietnam, setelah serdadu Amerika Serikat dibujuk menggunakan candu.
"Saat ini, kedudukan candu digantikan rokok. Lokasi perang juga berganti ke negara berkembang, misalnya Indonesia," kata Kartono pada peluncuran Road Map Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia, Senin (24/6/2013) di Jakarta.
Negara berkembang, menurut Kartono, bukannya tak tahu bahaya merokok. Namun keuntungan investasi dan terbukanya lapangan kerja, menyebabkan industri rokok sulit dilawan.
"Padahal, menerima industri rokok sama saja membuka pintu untuk melemahkan generasi muda," ujarnya.
Konsumsi rokok, menurut Kartono, di negara-negara maju seperti Amerika telah dibatasi dan diatur secara ketat, antara lain lewat pelarangan iklan rokok dan peraturan dilarang merokok dalam keluarga. Akibatnya, produsen rokok 'melemparkan' produknya ke berbagai negara berkembang.
Di negara berkembang, rokok mendapat sambutan. Indonesia kini menempati peringkat empat dunia dengan jumlah perokok sekitar 61,4 juta. Rokok dikonsumsi berbagai kalangan ekonomi, maupun gender.
"Karena itu konsumsi rokok harus dilarang. Melalui road map saya harap pemangku kepentingan akan memiliki arah yang jelas," kata Kartono.
Pelarangan ketat rokok diharapkan dapat membuka peluang Indonesia, berada di peringkat sama dengan negara maju lainnya.
Jebakan middle income trap
Besarnya risiko akibat rokok juga diakui anggota Dewan Pertimbangan Presiden bidang Ekonomi dan Lingkungan, Emil Salim. Menurutnya, rokok akan menyebabkan Indonesia terus masuk dalam middle income trap.
Jebakan negara berpenghasilan menengah ini mengindikasikan kesejahteraan orang Indonesia tidak kunjung setara dengan negara maju. Keadaan tersebut diakibatkan kinerja generasi muda yang tidak maksimal.
Kebiasaan merokok yang banyak dilakukan generasi muda menjadi penyebabnya. Sehingga, generasi muda mengalami ketergantungan dan mudah sakit. Akibatnya produktivitas dan kinerja generasi muda tidak masimal.
"Padahal dengan jumlah generasi muda yang terus meningkat, Indonesia berpeluang mengalahkan Cina, India, Jepang, dan Korea Selatan. Namun karena rokok, semua bisa tinggal kenangan," kata Emil.
Sumber: kompas.com