Akil Mochtar adalah Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di rumah dinasnya di Kompleks Widya Chandra 3 No 7, Jakarta Selatan, Rabu (2/10/2013) malam. Dia ditangkap dengan dugaan menerima suap terkait pelaksanaan pemilu kepala daerah di salah satu kabupaten di Kalimantan Tengah.
Akil ditangkap saat baru dalam hitungan bulan terpilih menjadi Ketua MK pada April 2013. Dia menggantikan Mahfud MD yang memasuki masa pensiun. Sebelumnya, Akil merupakan salah satu Wakil Ketua MK yang menjabat sejak 2009. Namun, siapakah Akil sebelum menjadi hakim konstitusi?
Lahir pada 18 Oktober 1960 di Putussibau, ibu kota Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Akil menyelesaikan sekolah dasar di tempat kelahirannya itu. Sempat menempuh pendidikan di SMP Negeri 1 Putussibau, dia berpindah ke SMP Negeri 2 Singkawang dan kemudian ke SMP Muhammadiyah Pontianak.
Saat SMA, Akil bersekolah di SMA Muhammadiyah I Pontianak. Ketika inilah, Akil menunjukkan ketertarikannya dalam berorganisasi. Tercatat dia pernah menjabat ketua sejumlah organisasi di sekolahnya, mulai dari Ketua OSIS, Ketua Ikatan Pelajar Muhammadiyah, hingga Ketua Pelajar Islam Indonesia.
Setamat SMA, Akil melanjutkan pendidikannya dengan berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Panca Bhakti (UPB) Pontianak. Di masa kuliah, Akil kembali aktif berorganisasi dengan mengemban sejumlah jabatan, di antaranya menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum UPB dan Komandan Resimen Mahasiswa UPB.
Lulus kuliah, Akil masih terus aktif berorganisasi, mulai dari Ketua Alumni SMA Muhammadiyah Pontianak hingga Ketua Alumni UPB. Dia melanjutkan pendidikan master di Magister Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, Jawa Barat. Di kampus yang sama dia mendapatkan gelar doktor Ilmu Hukum.
Setelah itu, Akil meniti karier sebagai pengacara selama kurun 1984-1999. Saat menjadi pengacara, Akil masih aktif menggeluti dunia organisasi dengan memegang jabatan sebagai Ketua Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) Kalbar, Sekretaris Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Pontianak, serta anggota sejumlah organisasi seperti Pemuda Pancasila dan KNPI.
Pada 1999, Akil terpilih menjadi anggota DPR dari Partai Golkar. Dia menjadi anggota DPR untuk dua periode, berakhir pada 2009. Selama menjadi anggota legislatif, dia tercatat pernah menjadi ketua panitia kerja dan panitia khusus untuk sejumlah rancangan undang-undang. Di antara UU yang pernah ikut dibidanginya adalah UU Yayasan, UU Notaris, dan UU Perseroan Terbatas.
Di luar kesibukannya sebagai anggota parlemen, Akil pernah menjadi Ketua Umum Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Kalbar, Ketua Umum Federasi Olahraga Masyarakat Indonesia (FOMI) Kalbar, Ketua Pengurus Pusat Angkatan Muda Partai Golkar, dan Anggota Lembaga Hikmah Pengurus Pusat Muhammadiyah.
Meski tak menampik tak mendapat dukungan dari partai tempatnya berpayung, Akil mengatakan tak bakal "ganti baju" partai. Alasannya, bukan karena terlalu loyal pada Partai Golkar. Dia mengatakan tetap lebih berbaju "partai kuning" karena tak mau membuat bingung para pemilihnya yang dia akui banyak berada di pedalaman.
Kalaupun tak bisa lagi berkarier di dunia politik, Akil jauh-jauh hari mengatakan bidang yang sesuai dengan latar belakang keilmuannya adalah langkah yang akan dia pilih. Ketika ada "lowongan" untuk menjadi hakim konstitusi pada 2009, dia melamar dan lolos.
Apakah seluruh rekam jejak Akil akan tersapu oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (2/10/2013)?