Alaska Airlines hanya akan mengoperasikan penerbangan terbatas dengan bahan bakar nabati karena mahal.
Penerbangan komersial pertama di Amerika Serikat dengan menggunakan bahan bakar nabati dari minyak goreng bekas dijadwalkan terbang hari ini (9/11) dari Seattle.
Penerbangan itu dilakukan oleh Alaska Airlines dan berencana mengoperasikan penerbangan terbatas guna menunjukkan bahwa bahan bakar alternatif bisa digunakan secara ekeftif dan aman di dunia penerbangan.
Wartawan BBC di Washington Jane O'Brien melaporkan gerakan lingkungan di kawasan pantai barat Amerika sangat kuat. Oleh karena itu Alaska Airlines melakukan investasi di bahan bakar alternatif sebagai bahan bakar pesawat terbang.
Meski para pelanggan maskapai penerbangan tersebut ingin sekali mengurangi emisi gas pada saat mereka terbang, mereka tidak keberatan membayar biaya lebih mahal untuk tiket penerbangan dengan pesawat berbahan bakar nabati.
Satu galon bahan bakar nabati dari minyak goreng bekas dipatok dengan harga US$17 padahal satu galon bahan bakar minyak biasa hanya US$3 per galon.
Dukungan
Oleh sebab itu Alaska Airlines hanya akan mengoperasikan 75 penerbangan dengan bahan bakar nabati.
Namun hal yang penting dari aksi ini, kata juru bicara Alaska Airlines, menunjukkan bahwa terdapat bahan bakar alternatif selain bahan bakar minyak dan bahan bakar tersebut aman digunakan di industri penerbangan.
Ketersediaan bahan bakar alternatif, lanjut juru bicara Alaska Airlines, tinggal memerlukan dukungan lebih besar dari pemerintah dan sektor swasta untuk membuat bahan bakar secara ekonomis bisa digunakan.
Bahan bakar pesawat yang dibuat dari minyak goreng bekas ini diproduksi oleh Dynamic Fuels, pabrik yang baru didirikan satu tahun di Louisiana.
Pabrik juga sedang melakukan percobaan membuat bahan bakar untuk Angkatan Udara Amerika Serikat.
Perusahaan pesawat terbang Boeing juga mendukung pengembangan bahan bakar nabati dan mengatakan secara keseluruhan industri benar-benar serius mencari bahan bakar alternatif.
Sejumlah maskapai penerbangan dunia juga menjalin kerja sama dengan peneliti untuk mengembangkan bahan bakar nabati dengan menggunakan rumput-rumputan dan bahkan lumut.
(BBC Indonesia)